Saturday, October 30, 2010

Hipertensi pada Lansia




Hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny S dkk 2004).
                                       Lansia
Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (1988) yang digolongkan manula adalah mereka yang berumur di atas 60 tahun. Dalam cakupan yang lebih luas, WHO menggunakan patokan pembagian umur lansia sebagai berikut : usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 – 59 tahun; lansia (elderly) usia 60 – 74 tahun; tua (old) usia 75 – 90 tahun; dan sangat tua (every old) di atas 90 tahun (Koswara 2003). 

Kriteria dan Klasifikasi
     Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Dan seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.
Tabel 1 Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH
Klasifikasi
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 140
< 90
Hipertensi  Ringan
140-180
90-105
Hipertensi  perbatasan
140-160
90-95
Hipertensi sedang dan berat
>180
>105
Hipertensi sistolik terisolasi
>140
<90
Hipertensi sistolik perbatasan
140-160
<90
Sumber: Arif Mansjoer dkk 2000
Faktor Risiko Tidak Terkontrol
Hipertensi dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang secara alami telah ada pada seseorang. Faktor risiko tidak terkontrol (mayor) tersebut antara lain adalah kondisi fisiologis tubuh, umur, dan jenis kelamin. Karakteristik umur dan jenis kelamin tersebut pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kondisi fisiologis tubuh (Asep Pajario 2002).
Faktor Risiko Terkontrol
Kejadian hipertensi juga ditentukan oleh faktor risiko yang terkontrol (minor). Modifikasi kebiasaan makan dan perilaku/gaya hidup melalui pengetahuan gizi dapat dilakukan untuk meminimalisir faktor yang dapat memicu dan meningkatkan faktor yang dapat mencegah hipertensi. Faktor risiko yang bisa diubah antara lain adalah gaya hidup dan kebiasaan makan.
    Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Brunner & Suddarth 2002).

Gejala Hipertensi
Menurut Lanny Sustrani (2004) gejala–gejala hipertensi antara lain sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar.
                                Komplikasi Hipertensi
Menurut Tabrani (1995) dalam Puspita WR (2009) komplikasi hipertensi antara lain: penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, kelainan mata, dan diabetes mellitus.
Diagnosa Hipertensi
Gofir (2002) dalam Puspita WR (2009) menyatakan bahwa tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama lima menit. Misalnya diperoleh angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak dua kali pada dua hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat sphygmomanometer (termometer) dan stetoskop.
Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah secara cepat dan seaman mungkin untuk menyelamatkan jiwa penderita. Menurut Susialit (1995) dalam Puspita WR (2009), penatalaksanaan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Penatalaksanaan non-farmakologis atau perubahan gaya hidup
Penatalaksanaan non-farmakologis berupa perubahan gaya hidup yang menghindari faktor risiko terhadap timbulnya suatu penyakit seperti merokok, minum alkohol, konsumsi garam berlebihan, hiperlipidema, obesitas, olahraga yang tidak teratur dan stres.
b. Penatalaksanaan farmakologis atau dengan obat
Pada sebagian besar pasien pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat antihipertensi kemudian jika tidak ada kemajuan secara perlahan dosisnya dinaikkan namun disesuaikan juga dengan umur, kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat antihipertensi yang dipilih harus mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam dengan dosis sekali sehari. 
Pencegahan Hipertensi
Hipertensi dapat dicegah dengan mengubah pola hidup terutama pada lansia menjadi pola hidup sehat untuk memperbaiki derajat kesehatan. Perubahan ini mencakup hal-hal berikut, yaitu: mengurangi asupan garam, mengurangi berat badan pada penderita yang obesitas, melakukan aktivitas fisik dan olahraga, mengurangi konsumsi makanan berlemak, mengurangi/menghentikan kebiasaan merokok, menghindari/mengurangi minuman beralkohol dan kafein, menghindari stres, menghindari pemakaian obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah, mengontrol kadar gula darah dan kolesterol bagi penderita hipertensi yang disertai dengan penyakit kencing manis dan hiperkolestrolemia (Marlian L & S Tantan 2007).
Diet Hipertensi
Diet yang diberikan bagi pasien hipertensi adalah diet rendah garam yang terbagi menjadi tiga yaitu: pertama, rendah garam I (200-400 mg Na) untuk hipertensi berat dengan edema, dan asites. Kedua, rendah garam II (600-800 mg Na) untuk hipertensi tidak terlalu berat dengan edema dan asites. Ketiga, rendah garam III (1000-1200 mg Na) untuk hipertensi ringan dengan edema. Makanan yang dianjurkan adalah sumber karbohidrat, sumber protein nabati, sayuran, buah-buahan, lemak, dan bumbu yang diolah tanpa garam dapur, sumber protein hewani seperti daging, ikan maksimal 100 g sehari, dan telur maksimal 1 butir sehari, serta dilarang mengkonsumsi minuman ringan (Almatsier 2005). 
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arif Mansjoer dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

Asep Pajario. 2002. Modifikasi gaya hidup. www. angelnet.info/index [14 Sep 2010].

Brunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC.

Koswara S. 2003. Menu sehat bagi manula. (terhubung berkala) http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL    MENU%20SEHAT%20BAGI%20MANULA.pdf [15 Sep 2010].

Lanny Sustrani dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Marliani L, S Tantan. 2007. 100 Questions & Answer Hipertensi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Puspita WR. 2009. Gaya hidup pada mahasiswa penderita hipertensi [skripsi]. Surakarta: Fakultas Psikologi,Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 comments:

Post a Comment

Saturday, October 30, 2010

Hipertensi pada Lansia

Posted by Nurlaely Fitriana (NuvieSweety) at 10:29 PM



Hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny S dkk 2004).
                                       Lansia
Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (1988) yang digolongkan manula adalah mereka yang berumur di atas 60 tahun. Dalam cakupan yang lebih luas, WHO menggunakan patokan pembagian umur lansia sebagai berikut : usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 – 59 tahun; lansia (elderly) usia 60 – 74 tahun; tua (old) usia 75 – 90 tahun; dan sangat tua (every old) di atas 90 tahun (Koswara 2003). 

Kriteria dan Klasifikasi
     Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Dan seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.
Tabel 1 Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH
Klasifikasi
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 140
< 90
Hipertensi  Ringan
140-180
90-105
Hipertensi  perbatasan
140-160
90-95
Hipertensi sedang dan berat
>180
>105
Hipertensi sistolik terisolasi
>140
<90
Hipertensi sistolik perbatasan
140-160
<90
Sumber: Arif Mansjoer dkk 2000
Faktor Risiko Tidak Terkontrol
Hipertensi dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang secara alami telah ada pada seseorang. Faktor risiko tidak terkontrol (mayor) tersebut antara lain adalah kondisi fisiologis tubuh, umur, dan jenis kelamin. Karakteristik umur dan jenis kelamin tersebut pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kondisi fisiologis tubuh (Asep Pajario 2002).
Faktor Risiko Terkontrol
Kejadian hipertensi juga ditentukan oleh faktor risiko yang terkontrol (minor). Modifikasi kebiasaan makan dan perilaku/gaya hidup melalui pengetahuan gizi dapat dilakukan untuk meminimalisir faktor yang dapat memicu dan meningkatkan faktor yang dapat mencegah hipertensi. Faktor risiko yang bisa diubah antara lain adalah gaya hidup dan kebiasaan makan.
    Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Brunner & Suddarth 2002).

Gejala Hipertensi
Menurut Lanny Sustrani (2004) gejala–gejala hipertensi antara lain sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar.
                                Komplikasi Hipertensi
Menurut Tabrani (1995) dalam Puspita WR (2009) komplikasi hipertensi antara lain: penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, kelainan mata, dan diabetes mellitus.
Diagnosa Hipertensi
Gofir (2002) dalam Puspita WR (2009) menyatakan bahwa tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama lima menit. Misalnya diperoleh angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak dua kali pada dua hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat sphygmomanometer (termometer) dan stetoskop.
Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah secara cepat dan seaman mungkin untuk menyelamatkan jiwa penderita. Menurut Susialit (1995) dalam Puspita WR (2009), penatalaksanaan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Penatalaksanaan non-farmakologis atau perubahan gaya hidup
Penatalaksanaan non-farmakologis berupa perubahan gaya hidup yang menghindari faktor risiko terhadap timbulnya suatu penyakit seperti merokok, minum alkohol, konsumsi garam berlebihan, hiperlipidema, obesitas, olahraga yang tidak teratur dan stres.
b. Penatalaksanaan farmakologis atau dengan obat
Pada sebagian besar pasien pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat antihipertensi kemudian jika tidak ada kemajuan secara perlahan dosisnya dinaikkan namun disesuaikan juga dengan umur, kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat antihipertensi yang dipilih harus mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam dengan dosis sekali sehari. 
Pencegahan Hipertensi
Hipertensi dapat dicegah dengan mengubah pola hidup terutama pada lansia menjadi pola hidup sehat untuk memperbaiki derajat kesehatan. Perubahan ini mencakup hal-hal berikut, yaitu: mengurangi asupan garam, mengurangi berat badan pada penderita yang obesitas, melakukan aktivitas fisik dan olahraga, mengurangi konsumsi makanan berlemak, mengurangi/menghentikan kebiasaan merokok, menghindari/mengurangi minuman beralkohol dan kafein, menghindari stres, menghindari pemakaian obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah, mengontrol kadar gula darah dan kolesterol bagi penderita hipertensi yang disertai dengan penyakit kencing manis dan hiperkolestrolemia (Marlian L & S Tantan 2007).
Diet Hipertensi
Diet yang diberikan bagi pasien hipertensi adalah diet rendah garam yang terbagi menjadi tiga yaitu: pertama, rendah garam I (200-400 mg Na) untuk hipertensi berat dengan edema, dan asites. Kedua, rendah garam II (600-800 mg Na) untuk hipertensi tidak terlalu berat dengan edema dan asites. Ketiga, rendah garam III (1000-1200 mg Na) untuk hipertensi ringan dengan edema. Makanan yang dianjurkan adalah sumber karbohidrat, sumber protein nabati, sayuran, buah-buahan, lemak, dan bumbu yang diolah tanpa garam dapur, sumber protein hewani seperti daging, ikan maksimal 100 g sehari, dan telur maksimal 1 butir sehari, serta dilarang mengkonsumsi minuman ringan (Almatsier 2005). 
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arif Mansjoer dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

Asep Pajario. 2002. Modifikasi gaya hidup. www. angelnet.info/index [14 Sep 2010].

Brunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC.

Koswara S. 2003. Menu sehat bagi manula. (terhubung berkala) http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL    MENU%20SEHAT%20BAGI%20MANULA.pdf [15 Sep 2010].

Lanny Sustrani dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Marliani L, S Tantan. 2007. 100 Questions & Answer Hipertensi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Puspita WR. 2009. Gaya hidup pada mahasiswa penderita hipertensi [skripsi]. Surakarta: Fakultas Psikologi,Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 comments on "Hipertensi pada Lansia"

Post a Comment